Pemerintah & Gaikindo Anggap Biasa Jika Esemka Berasal dari Brand China Share this
Berita Mobil
Mode baca

Pemerintah & Gaikindo Anggap Biasa Jika Esemka Berasal dari Brand China

Insan Akbar
oleh Insan Akbar
pada 11 September 2019

JAKARTA — Pemerintah dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), masih tidak bisa menjawab dugaan mobil-mobil Esemka (PT Solo Manufaktur Kreasi) merupakan mobil China yang berganti logo.

Namun, mereka memberi gambaran bahwa praktik seperti ini wajar di industri otomotif.

Seperti diketahui, Esemka akhirnya muncul ke publik lewat seremoni peresmian pabrik dan peluncuran dua model pikap (Bima 1.2 dan Bima 1.3) pada 6 September 2019 di Boyolali, Jawa Tengah dan turut dihadiri Presiden Joko Widodo. Namun, muncul dugaan dari publik bahwa Bima hanya Changan berganti logo karena desain mirip dan tipe mesin 1.2-liter yang persis sama.

Otospirit belum mendapat respons resmi dari PT Manufaktur Solo Kreasi selaku pabrikan Esemka. Saat mereka diam, malah Kementerian Perindustrian bersama Gaikindo dan Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) yang mengadakan konferensi pers bertema komponen lokal Esemka pada Rabu (11/9/2019) di Sudirman, Jakarta.

Pertanyaan mengenai apakah rancang bangun Esemka merupakan milik sendiri atau merek lain pun muncul dalam temu pers. Sayang, ketiga pihak tidak bisa memberikan jawaban tegas dengan mengatakan mereka tidak bisa mewakili Esemka.

Tanpa merespons secara langsung pertanyaan itu, Putu Juli Ardika selaku Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian, cuma memberi gambaran bahwa praktik membeli hak desain maupun penggunaan komponen dari satu pabrikan oleh pabrikan lain sudah lazim terjadi di industri otomotif dunia. Banyak pabrikan yang saling berkolaborasi desain maupun komponen.

Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo, memberitahukan pengalamannya ketika bekerja di PT General Motors Indonesia (GMI). Menurut dia, sebuah berganti-ganti logo di pasar yang berbeda baik oleh satu pabrikan maupun beberapa pabrikana yang bekerja sama itu praktik biasa.

“Saya kembalikan ke pengalaman yang terjadi, di mana saya pernah di GM. Waktu itu pertama masuk daftar Chevrolet tapi kemudian kebijakan korporasi menentukan enggak bisa begitu, jangan pakai merek Chevrolet di Indonesia, tapi pakai merek Opel. Makanya muncul Opel Blazer, padahal yang dikenal Chevrolet Blazer,” tandasnya. [Xan/Ari]


Komentar